Invansi Rusia ke Ukraina: Perlu Tangan-tangan Sejuk Yang Bisa Mengajak Duduk Bersama

Senin, 18 April 2022

Oleh : Dr. H. Kusnadi, M. Pd *)

Invansi Rusia ke Ukraina sejak Kamis 24 Februari 2022 diakui Vladimir Putin dimaksudkan untuk demiliterisasi dan denazifikasi Ukraina. Logikanya sebagai sesama negara pecahan Unisovyet mestinya tidak harus berperang jika saja presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy tidak berkiblat ke Amerika dan ingin bergabung ke NATO. Ulah Zelenkyy yang konon mantan pelawak membuat Putin marah besar karena dianggap seperti mengundang musuh untuk menari-nari di depan pintu jendela rumah sang pejudo, karenanya Ukraina harus dilabrak segera.

Publik tentu juga maklum jika Rusia selama ini menahan jengkel atas dominasi Amerika Serikat yang dianggap sering mencari-cari supremasi menuju dominasi panggung dunia. Amerika dipandang Putin sering memaksakan kehendak yang mereka sebut sebagai “tatanan internasioanal berbasis aturan”. kata Lavrov kepada saluran berita Rossiya 24, dilansir dari Russia Today (RT).

Dengan dalih keamanan, kemanusian, dan demokrasi Amerika Serikat sukses menanamkan pengaruhnya di Asia, Timur tengah apalagi Eropa sendiri. Namun di sisi lain juga sebenarnya memperoleh perlawanan dari Moskow, China, India tak terkecuali Iran.

Keyakinan Putin dengan kemenangan perang Ukraina menuju tatanan dunia baru bisa terwujud? Realitanya hari ini Rusia-lah yang sedang memainkan lakon kedigdayaannya, bergantian Amerika yang harus menahan geram. Rusiapun berani mengancam negara-negara yang membantu Ukraina, tak terkecuali Amerika juga digertaknya walaupun bantuan ke Ukraina jalan terus.

Mengimbangi lakon kedigdayaan Rusia, AS mengobarkan perang kekuatan non militer melalui embargo ekonomi dan keuangan, pengucilan Rusia dari kancah internasional dengan harapan Rusia semakin terjepit. Peran demikian harus dilakukan Joe Biden karena tidak memiliki dalih shahih untuk berkonfrontasi langsung dengan Rusia. Embargo ekonomi yang menyasar sektor keuangan, minyak dan gas bumi terhadap Rusia nyaris tidak mempan. Dengan meroketnya harga minyak dan gas justru pundi-pundi keuangan Rusia semakin menggunung. Sebaliknya justru sejumlah negara Eropa mitra Amerika kebingungan dan tidak satu suara karena ketergantungan gas dan minyak dari Rusia yang tinggi.

Terlepas dari pro dan kontra menyangkut penyebab dan tujuan sebenarnya, invasi Rusia ke Ukraina telah berdampak luas dan memancing berbagai reaksi serta pandangan beragam. Seperti Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov dalam siaran televisi Rusia seperti termuat Tribun Kaltim (2022/04/12) menegaskan bahwa aksi Rusia di Ukraina dimaksudkan untuk mengakhiri tatanan dunia yang didominasi Amerika Serikat. Analis politik Suriah, Taleb Ibrahim melihat dunia lama yang dipimpin Amerika Serikat sedang mengalami keruntuhan. Ia memprediksi China, Rusia dan India akan membuat blok baru mengimbangi Barat yang dipimpin AS, dikutip dari Sputnik News, Kamis, 14 April 2022.

Lantas tatanan dunia seperti apa yang akan lahir jika Rusia memenangkan pertempuran. Kemungkinan besar akan muncul kekuatan penyeimbang yang memang diperlukan dalam membangun tatanan dunia baru yang harmonis dan yang imbang. Kedepan peran Amerika dan sekutunya tetap eksis dan bahkan AS berkeinginan terus memimpin seperti dikatakan Presiden AS Joe Bidan kepada CEO perusahaan Bussiness Rountable pada Maret 22. (Pikiran Rakyat) pernah mengatakan Amerika Serikat harus memimpin tatanan dunia baru.

Jika kekuatan baru dengan bersatunya Rusia, Cina, India boleh jadi Iran, bisa menjadi kekuatan real. Demikianpun Iran dengan kemajuan persenjataannya juga akan merepotkan negeri Biden terutama Kawasan Timur Tengah dengan anak emasnya Israel.

Kekuatan migas yang dimiliki negara-negara pengekspor minyak yang umumnya di luar sekutu Amerika dan NATO salah-salah bisa merepotkan Amerika. Bahkan sangat mungkin mereka mendirikan Bank Dunia sendiri dengan cadangan emas yang mereka miliki. Dengan kemenangan Rusia, kemungkinan-kemungkinan lainpun bisa terjadi tak terkecuali bisa saja munculnya semacam aliansi militer kekuatan baru seperti NATO. Kita tidak tau pasti, yang pasti semoga jangan lagi masyarakat yang tidak berdosa harus menjadi korban. Besar harapan kiranya antara mas Vladimir Vutin dan kang Joe Biden bisa menurunkan egonya untuk kemudian duduk bersama membangun tatanan baru dunia yang imbang dan harmonis. Perlu tangan-tangan sejuk yang bisa mengajak duduk bersama keduanya dan Indonesia menjadi salah satu harapan melalui POLITIK BEBAS AKTIFnya.

*) Dr. H. Kusnadi, M. Pd adalah ketua DPD Patri Riau