Ketum DPP Patri, Hasprabu: Dukung Penuh Tuntaskan Kasus Tanah Transmgrasi

Kamis, 30 Mei 2024

JAKARTA, riaupower.com - Dalam rangka percepatan Reforma Agraria, sesuai amanah Perpres 62/2023 (Peraturan Presiden, red), Ditjen Penataan Agraria Kementerian ATR BPN adakan Workshop terkait  Resolusi Penyelesaian Kasus Tanah Transmigrasi dan Konflik Agraria pada asset Negara yang dikuasai masyarakat, di Jakarta (29/05/2024).

Workshop dua sessi tersebut diadakan secara hibrid. Dihadiri perwakilan kementerian, lembaga, TNI/POLRI, akademisi, dinas terkait daerah, dan organisasi kemasyarakatan.

Dikatakan dalam sambutan Dirjen Penataan Agraria, Dalu Agung Darmawan, workshop ini untuk mengumpulkan masukan bagi pemerintahan mendatang. "Direncanakan bulan Juni akan dilakukan Reforma Agraria Summit Bali 2024, dengan tema Sinergi untuk Reforma Agraria Berdampak dan Berkelanjutan", ujarnya.

Terkait workshop Resolusi Penyelesaian Kasus Tanah Transmigrasi, berdasarkan data capaian penyelesaiannya masih rendah. Dari target legalisasi asset tanah 600.000 Ha, belum mencapai 25%. Sehingga penyelesaiannya perlu perhatian khusus.

Sebagai narasumber diskusi panel Resolusi Penyelesaian Kasus Tanah Transmigrasi yaitu: perwakilan dari Dirjen Transmigrasi, Deputi Regional Bappenas, dan Ketua Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional (STPN). Adapun sebagai Penanggap Dirjen Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah Kementerian ATR BPN, dan Ketua Umum DPP PATRI (Perhimpunan Anak Transmigran Republik Indonesia, red).

Diminta pendapatnya, Ketum DPP PATRI Hasprabu menyatakan sangat mendukung kegiatan ini. "Tentu, sebagai wakil masyarakat transmigrasi, saya sangat mendukung. Karena tanah bagi transmigran yang mayoritas petani, ibarat ikan dengan air. Ibarat pengojek dengan motornya. Jadi tidak bisa dipisahkan," ujar anak Transmigran dari Trans Polri Jayaguna 2 Gunung Sugih Lampung itu.

"Saya mendorong agar kasus tanah trans ini dituntaskan. Karena jika berkepanjangan akan berdampak buruk, baik ekonomi, sosial, maupun Kamtibmas. Bisa memicu konflik di masyarakat. Bahkan info terbaru, di UPT Timpeh Sijunjung sedang ada masalah. Saya mohon teman dari TNI/POLRI turut memantau ini ", imbuhnya.

Menurut PATRI, data yang disampaikan perwakilan Ditjen Transmigrasi, belum lengkap. Misalnya, ada kasus tanah HTI Bagan Toreh, Labuan Batu Selatan. Sumatera Utara, belum disebut. Kasus pengambilan paksa tanah di UPT Timpeh, Sijunjung oleh oknum adat, belum tercatat. Juga kasus tanah di eks UPT Rokan I Padamaran Rokan Hulu Riau, kasus tanah sisa HPL, belum tercatat. Selanjutnya di UPT Air Tenggulang, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, timpang tindih lahan.

Kemudian di UPT Pulau Malan, Katingan, Kalimantan Tengah. Masyarakat belum menerima lahan usaha. Di Sulawesi Tenggara, ada 3 UPT yang tanahnya bermasalah. Seperti UPT Tolihe, Arongo, Roda, dan lainnya. Tetapi belum masuk daftar yang diajukan Ditjen Transmigrasi.

"Untuk melengkapi laporan kami, dalam waktu dekat PATRI akan mengirimkan datanya kepada Sekretariat GTRA (Gugus Tugas Reforma Agraria, red). Transmigran itu bukan penduduk liar. Mereka pindah karena ada Undang-undangnya. Jadi, tolonglah tuntaskan. Mari kita bersinergi," pungkasnya.(***Spb/xbt).